flash

Monday, November 17, 2008

BID'AH

BID’AH

Pengertian Bid'ah

Menurut Imam Syafii yang didukung oleh ulama lainnya menyatakan bahwa:

"Sesuatu yang diadakan (baru) dan bertentangan dengan kitab suci al Quran, sunnah rasul, ijma' para ulama, atau atsar (para shahabat), maka itulah bid'ah dholalah dan ini dilarang. Sedangkan suatu kebaikan yang tidak bertentangan sedikitpun dengan al Quran, sunnah, ijma' atau atsar maka yang demikian itu adalah terpuji.

(Dr. Muhammad Ibn Alwy al Maliki, Dzikriyat wa nasabat, 109).

Nabi s.a.w memperbolehkan berbuat bid'ah hasanah

Nabi s.a.w memperbolehkan kita melakukan bid'ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah. Sebagaimana sabda beliau s.a.w:

"Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya"

(Shahih Muslim hadith no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi).

Hadith ini menjelaskan makna Bid'ah hasanah dan Bid'ah dhalalah.

Perhatikan hadith beliau s.a.w tersebut. Bukankah beliau s.a.w menganjurkan? Maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas islam maka lakukanlah. Alangkah indahnya bimbingan Nabi s.a.w yang tidak mencekik umat. Beliau s.a.w tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tetapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, maharajalelanya kemaksiatan. Pastilah diperlukan hal-hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan. Demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini yang tetap akan boleh dipakai hingga akhir zaman. Inilah makna sebenarnya dari ayat:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini. Semua hal baru, yang baik, termasuk dalam kerangka syariah, sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya. Alangkah sempurnanya Islam.

Namun tentunya hal ini tidak berarti membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul s.a.w. Atau bahkan menghalalkan apa-apa yang sudah diharamkan oleh Rasul s.a.w atau sebaliknya. Inilah makna hadith beliau s.a.w: "Barangsiapa yang membuat buat hal baru yang berupa keburukan ...". Inilah yang disebut Bid'ah Dhalalah.

Beliau s.a.w telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau s.a.w memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar umat tidak tercekik dengan hal yang ada di zaman kehidupan beliau s.a.w saja, dan beliau s.a.w telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bid'ah dhalalah).

Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadith ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadith di atas jelas-jelas tidak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid'ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi'in.

Bid'ah Dhalalah

Jelaslah sudah bahawa mereka yang menolak bid'ah hasanah inilah yang termasuk pada golongan Bid'ah dhalalah. Bid'ah dhalalah ini banyak jenisnya seperti penafian sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat khulafa'ur rasyidin. Di antaranya pula adalah penolakan atas hal baru selama ianya baik dan tak melanggar syariah. Kerana hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul s.a.w dan dilakukan oleh Khulafa'ur rasyidin, sedangkan Rasul s.a.w telah jelas-jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf dan menasihatkan umatnya dengan, "Berpeganglah pada sunnahku dan sunnah Khulafa'ur rasyidin."

Bagaimana Sunnah Rasul s.a.w? Beliau s.a.w membolehkan Bid'ah hasanah. Bagaimana sunnah Khulafa'ur rasyidin? Mereka melakukan Bid'ah hasanah. Maka penolakan atas hal inilah yang merupakan Bid'ah dhalalah, hal yang telah diperingatkan oleh Rasul s.a.w.

Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bid'ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid'ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadith yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut (Al-Quran dan Hadith) tidak ada perintah Rasulullah s.a.w untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing. Melainkan hal itu merupakan ijma’/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu'anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah s.a.w wafat.

Buku hadith seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan sebagainya ini pun tidak pernah ada perintah Rasul s.a.w untuk membukukannya. Tidak pula Khulafa'ur rasyidin memerintahkan menulisnya. Namun para tabi'in mulai menulis hadith Rasul s.a.w. Begitu pula ilmu musthalahul-hadith, nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadith. Ini semua adalah perbuatan Bid'ah namun Bid'ah Hasanah.

Demikian pula ucapan Radhiyallahu 'anhu atas sahabat yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah s.a.w, tidak pula oleh sahabat. Walaupun itu disebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diredhai Allah. Tak ada ayat Qur'an atau hadith Rasul s.a.w yang memerintahkan kita untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya. Namun karena kecintaan para tabi'in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut. Dan ini merupakan Bid'ah Hasanah dengan dalil hadith di atas. Lalu muncul pula kini Al-Quran yang dikasetkan, di-CD-kan, program Al-Quran di radio, Al-Quran yang diterjemahkan. Ini semua adalah Bid'ah hasanah. Bid'ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bid'ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya.

Sekarang kalau kita menarik mundur ke belakang sejarah Islam. Bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam? Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu versi Al-Quran di zaman sekarang. Karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid'ah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bid'ah Hasanah ini pula kita masih mengenal hadith-hadith Rasulullah s.a.w, maka jadilah Islam ini kokoh dan abadi. Jelaslah sudah sabda Rasul s.a.w yang telah membolehkannya, beliau s.a.w telah mengetahui dengan jelas bahwa hal hal baru yang berupa kebaikan (Bid'ah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau s.a.w telah melarang hal-hal baru yang berupa keburukan (Bid'ah dhalalah).

Saudara-saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua. Ingatlah ucapan amirul mukminin pertama ini. Ketahuilah ucapannya adalah Mutiara Al-qur'an, sosok agung Saidina Abu Bakar Al-Siddiq r.a berkata mengenai Bid'ah hasanah: "sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar".

Lalu berkata pula Zayd bin Haritsah ra:

"... bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah s.a.w? Maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun (Abu Bakar ra) meyakinkanku (Zayd) sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua".

Maka saudara-saudaraku muslimin yang dimuliakan, hati yang jernih menerima hal-hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Saidina Abu Bakar Al-Siddiq r.a, hati Saidina Umar bin Al-Khattab r.a, hati Zayd bin Haritsah r.a, hati para sahabat, yaitu hati yang dijernihkan Allah swt. Curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bid'ah hasanah, dan Rasul s.a.w sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa'ur rasyidin, gigit dengan geraham yang maksudnya berpeganglah erat-erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka.

Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dengan Abu Bakar Al-Siddiq r.a, Umar bin Al-Khattab ra, Utsman bin Affan r.a, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat. Amin.

Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid'ah

al-Hafidh al-Muhaddits al-imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i rahimahullah (Imam Syafi'i)

Berkata Imam Syafii bahwa bid'ah terbagi dua, yaitu bid'ah mahmudah (terpuji) dan bid'ah madzmumah (tercela). Yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela. Beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih: "Inilah sebaik baik bid'ah".

(Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)

al-imam al-hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah (Imam Qurtubi)

Menanggapi ucapan ini (dari Imam Syafi'i di atas), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadith Nabi s.a.w yang berbunyi: "Seburuk-buruk permasalahan adalah hal yang baru, dan semua Bid'ah adalah dhalalah" (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid'atin dhalaalah), yang dimaksud adalah hal-hal yang tidak sejalan dengan Alqur'an dan Sunnah Rasul s.a.w, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum. Sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadith lainnya: "Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya" (Shahih Muslim hadith no.1017) dan hadith ini merupakan inti penjelasan mengenai bid'ah yang baik dan bid'ah yang sesat.

(Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)

al-muhaddits al-hafidh al-imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)

Penjelasan mengenai hadith: "Barangsiapa membuat-buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang dosanya",

Hadith ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadith ini terdapat pengecualian dari sabda beliau s.a.w: "Semua yang baru adalah Bid'ah, dan semua yang Bid'ah adalah sesat". Sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan Bid'ah yang tercela".

(Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)

Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa ulama membagi bid'ah menjadi 5, yaitu bid'ah yang wajib, bid'ah yang mandub, bid'ah yang mubah, bid'ah yang makruh dan bid'ah yang haram. Bid'ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil-dalil pada ucapan ucapan yang menentang kemungkaran. Contoh bid'ah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren. Bid'ah yang mubah adalah bermacam-macam dari jenis makanan. Sedangkan bid'ah makruh dan haram sudah jelas diketahui. Demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum. Sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid'ah".

(Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)

Kebesaran Allah

Nama-Nama Allah

bersama mufti al-quds

Bagaimana dengan blog saya?